. Belajar "H-Topx-L" Komputer: Juli 2013

TV Online

Jumat, 05 Juli 2013

Sejarah dan Fakta Naskah Proklamasi dan Piagam Jakarta Sebenarnya

Sejarah dan Fakta Naskah Proklamasi dan Piagam Jakarta Sebenarnya

"Tentang Tujuh Kata Piagam Jakarta yang Hilang "

“... dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya.” Tujuh kata inilah yang dulu (bahkan sampai sekarang) menjadi perdebatan di negara ini. Tujuh kata inilah yang kemudian disebut sebagai “Tujuh Perkataan Piagam Jakarta”.


Ketika para pendiri Republik ini (terutama panitia sembilan) berhasil merumuskan satu gentement agreement yang sangat luhur dan disepakati pada tanggal 22 juni 1945 kemudian dikenal dengan Piagam Jakarta (Jakarta Charter). Sesungguhnya Piagam Jakarta inilah mukaddimah UUD ’45 yang pertama.

Tanggal 17 Agustus 1945 pada hari Jum’at dan bulan Ramadhan, Indonesia lahir sebagai negara dan bangsa yang merdeka. Dan hendaknya disadari oleh setiap muslim, bahwa Republik yang lahir itu adalah negara yang “berdasarkan Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Negeri ini pernah berdasar pada syari’at Islam, meskipun syari’at Islam yang dikompromikan, karena pada dasarnya syari’at Islam adalah rahmatan lil’alamiin, bukan hanya untuk umat Islam.


Namun keesokan harinya, tanggal 18 Agustus, rangkaian kalimat “berdasarkan Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya” diganti dengan “Ketuhanan yang Mahaesa”.


Pengkhianatan Naskah Proklamasi: Piagam Jakarta. (Part I) Aug 12, '08 4:40 AM

Teringat dengan Piagam Jakarta maka akan teringat pula dengan tujuh kata yang yang dihapus. ” kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya ” .

Tujuh buah kata inilah yang membuat umat islam politik (islamopolithics : orang yang menerapkan nilai-nilai islam dalam kehidupan bernegara/ politik, tidak ada pendiferensiasian antara islam (ibadah) dan politik) menjadi berang hingga saat ini, dan masih sangat mengharapkan agar kata tersebut muncul kembali dalam Sila Pertama Pancasila (Pancasila waktu itu diterima sebagai bagian dari manifestasi islam karena waktu itu pembuat Pancasila menyertakan tujuh butir kata tersebut).


Saat ini masyarakat mengalami penyempitan pandangan, bahwa Piagam Jakarta adalah hanya tujuh butir kata yang mengalami penghapusan.

Piagam Jakarta yang sebenarnya adalah Pembukaan Undang-Undang Dasar yang biasa kita dengarkan ketika upacara-upacara formal. Seharusnya piagam itulah yang harus dibacakan ketika proklamasi Indonesia dikumandangkan karena di dalamnya telah berisi falsafah dasar berdirinya bangsa ini dan dasar penggerak ketika negara ini akan berkembang (Quo Vadis Indonesia).

Naskah Proklamasi yang kita tahu adalah sebuah kertas dengan tulisan dari Soekarno yang penuh dengan coretan. Bila kita coba mengkrititsi lebih dalam, melihat dan meneliti.

Apakah sebuah proklamasi bangsa yang besar ini dibuat dengan sangat tergesa-gesa? Tidak ada Negara di belahan bumi manapun yang mirip dengan Indonesia yang Naskah asli proklamsinya penuh dengan corat-coret sana-sini dan yang parahnya adalah hanya dari pikiran beberapa orang saja.

Naskah Proklamasi yang sebenarnya adalah Naskah Piagam Jakarta. Soekarno pada waktu itu enggan membacakan Naskah Piagam Jakarta karena di dalamnya masih ada “Tujuh Kata” sakral.

Soekarno sangat paham dengan makna kata tersebut dan sejarah yang menyertai prosesinya, seandainya Naskah Piagam Jakarta ini dijadikan Naskah Proklamasi. Ditambah desakan kaum nasionalis muda waktu itu yang memaksa untuk segera diproklamasikannya negeri ini.




Jadi Naskah Proklamasi kita adalah hanya merupakan Pengumuman Proklamasi bukan suatu naskah yang melandasi jiwa bangsa Indonesia ini. Naskah proklamasi kita adalah naskah proklamasi yang paling aneh bila diandingkan dengan naskah proklamasi dari Negara-negara di belahan dunia lain.

Quote:
Naskah Piagam Jakarta
Bahwa sesungguhnja kemerdekaan itu jalah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu maka pendjadjahan diatas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan.
Dan perdjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampai (lah) kepada saat jang berbahagia dengan selamat-sentausa mengantarkan rakjat Indonesia kedepan pintu gerbang Negara Indonesia jang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.

Atas berkat Rahmat Allah Jang Maha Kuasa, dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaja berkehidupan kebangsaan jang bebas, maka rakjat Indonesia menjatakan dengan ini kemerdekaannja.
Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia Merdeka jang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah-darah Indonesia, dan untuk memadjukan kesedjahteraan umum, mentjerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia jang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Hukum Dasar Negara Indonesia, jang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indnesia, jang berkedaulatan rakjat, dengan berdasar kepada: keTuhanan, dengan kewadjiban mendjalankan sjari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknja, menurut dasar kemanusiaan jang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakjatan jang dipimpin oleh hikmat kebidjaksanaan dalam permusjawaratan perwakilan, serta dengan mewudjudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakjat Indonesia.

Djakarta, 22 Juni 1945

Ir. Soekarno
Mohammad Hatta
A.A. Maramis
Abikusno Tjokrosujoso
Abdulkahar Muzakir
H.A. Salim
Achmad Subardjo
Wachid Hasjim
Muhammad Yamin


Naskah inilah yang semestinya dibacakan ketika Negara Indonesia merdeka…
Sesungguhnya kejahatan yang paling besar terhadap suatu bangsa dan kemanusiaan adalah pemutarbalikan fakta sejarah. Hal ini pasti akan menimbulkan keresahan global. Contohnya dapat kita lihat pada kasus manipulasi sejarah penjajahan Jepang di Korea dan Cina. Apa yang terjadi di Jepang tampaknya juga terjadi di negeri ini. Demikian pula kiranya yang terjadi pada Piagam Jakarta, dan penerapan syari’at Islam di Indonesia, yang mengemuka justru seolah olah jika syari’at Islam diterapkan itu sama dengan menghianati perjuangan para pahlawan.
Reply With Quote



Default

Asda yang mengungkapkan “Pendahulu-pendahulu kita itu berpikir jauh ke depan. Negara kita kan negara hukum. Landasannya adalah Pancasila dan UUD’45. Ini semua dulu sudah dirumuskan oleh tokoh-tokoh Islam.” Atau ada yang menyatakan bahwa dulu para ormas Islam tidak pernah menginginkan Indonesia menjadi negara Islam, atau menginginkan syari’at Islam diterapkan di negeri ini.


Fakta Sebenarnya
(February 8, 2010 — M. Taufik N.T)
Bila pembaca ingin detailnya bagaimana perjuangan pendahulu kita untuk tegaknya Islam di Indonesia, silakan membaca buku Piagam Jakarta 22 Juni 1945 karya H. Endang Saifuddin Anshari (Pustaka, 1983). Pada ruang terbatas ini, kami hanya ingin mengungkap bagian paling penting dari aspek sejarah yang tak boleh dilupakan, apalagi dimanipulasikan.

Istilah Piagam Jakarta atau Jakarta Charter adalah istilah yang diintroduksikan oleh seorang Muslim nasionalis sekular, Mr. Muhammad Yamin. Ini terlihat dari ungkapan Soekarno dalam sidang BPUPKI tatkala menolak keberatan Ki Bagus Hadikusumo, pemimpin Muhammadiyah, yang meminta agar anak kalimat bagi pemeluk-pemeluknya dicoret dari pembukaan (preambule): “Pendek kata inilah kompromis yang sebaik-baiknya. Jadi Panitia memegang teguh kompromis yang dinamakan oleh anggota yang terhormat Muhammad Yamin “Jakarta Charter”, yang disertai perkataan anggota yang terhormat Su****n “Gentleman’s Agreement”, supaya ini dipegang teguh di antara pihak Islam dan pihak kebangsaan. Saya mengharap paduka tuan yang mulia, rapat besar suka membenarkan sikap Panitia itu” (Lihat: H.Endang Saifuddin, idem, hlm. 32).

Dari ungkapan Ki Bagus yang juga sejalan dengan saran Kiai Ahmad Sanusi, terlihat bahwa aspirasi golongan Islam yang didukung oleh surat 52 ribu ulama setanah air (ibid, hlm. 28) bukanlah apa yang tercantum dalam Piagam, yakni:Negara Republik Indonesia, yang berkedaulatan rakyat, denganberdasarkan kepada: Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan….Indonesia (ibid, hlm. 27).

Akan tetapi, aspirasi golongan Islam yang waktu itu antara lain ditokohi oleh Abikusno Tjokrosoejoso (PSII), Abdul Kahar Muzakkir (Muhammadiyah), Haji Agus Salim (Partai Penyadar), dan Abdul Wahid Hasyim (Nahdatul Ulama), adalah:Negara Republik Indonesia, yang berkedaulatan rakyat, dengan berdasarkan kepada Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam[1], menurut dasar kemanusiaan. Ini terlihat dari ucapan Abikusno untuk menengahi debat Soekarno dengan Ki Bagus Hadikusumo (Muhammadiyah),“Kalau tiap-tiap dari kita harus, misalnya …dari golongan Islam menyatakan pendirian, tentu saja kita menyatakan, sebagaimana harapan tuan Hadikusumo. Tetapi kita sudah melakukan kompromi…” (ibid, 32). Penjelasan Abikoesno ini disambut dengan tepuk tangan anggota BPUPKI dan akhirnya Hadikusumo menerima dan sidang akhirnya menerima Piagam Jakarta secara bulat (ibid, 33).


Sayangnya, gentleman’s agreement ini dilupakan oleh tokoh-tokoh kalangan nasionalis tatkala BPUPKI sudah berubah menjadi PPKI. Saat mengumumkan UUD 1945, hasil sidang BPUPKI berhari-hari yang dipenuhi dengan perdebatan dan kompromi yang susah payah (berupa Mukadimah atau Piagam Jakarta dan Batang Tubuh UUD) tiba-tiba diubah dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.

Perubahan itu antara lain:
1. Dalam Preambule (Piagam Jakarta), anak kalimat: berdasarkan kepada ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” diubah menjadi “berdasar atas Ke-Tuhanan Yang Maha Esa”.

2. Pasal 6 ayat 1, "Presiden ialah orang Indonesia asli dan beragama Islam”, kata-kata “dan beragama Islam” dicoret.

3. Sejalan dengan perubahan di atas, maka Pasal 29 ayat 1 menjadi “Negara berdasarkan atas Ke-Tuhanan Yang Maha Esa”, sebagai pengganti “Negara berdasarkan atas Ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”.

Persetujuan PPKI atas perubahan itulah yang oleh pimpinan Masyumi Prawoto Mangkusasmito dikatakan menimbulkan satu historische vraag, satu pertanyaan sejarah; menimbulkan kekecewaan golongan Islam. Muhammad Natsir saat itu berkata: “Menyambut hari Proklamasi 17 Agustus kita bertahmied. Menyambut hari besoknya, 18 Agustus, kita beristighfar. InsyaAllah umat Islam tidak akan lupa[2]”

Namun demikian, buru-buru Soekarno—sebagai salah satu pihak yang paling bertanggung jawab atas perubahan itu—mengatakan bahwa UUD itu sementara, UUD kilat, Revolutiegrondwet. Soekarno menjanjikan bahwa jika kondisi normal akan mengumpulkan MPR untuk membuat UUD yang lebih lengkap dan sempurna (ibid, 43). Akan tetapi, kita melihat fakta sejarah pada sidang-sidang konstituante hasil pemilu 1955, ternyata terjadi deadlock dan Soekarno mengeluarkan dekrit 5 Juli 1959 yang isinya kembali kepada UUD 1945 yang Revolutiegrondwet itu. Hal itu berlaku hingga hari ini.

Mengapa Piagam Jakarta masih terus mengemuka? Media Indonesia (30/08/2001) menulis bahwa sebabnya adalah adanya fakta sejarah yang mendukungnya. Dalam konsiderans Dekrit Presiden 5 Juli 1959 disebutkan bahwa bahwa Piagam Jakarta 22 Juni 1945 menjiwai UUD 1945 dan merupakan suatu kesatuan dengan konstitusi itu. Kita tahu, dengan dasar hukum dekrit itulah, UUD ’45 berlaku kembali sebagai hukum dasar tertinggi di Indonesia.

Sayang sekali, konsiderans itu ternyata toh tidak pernah menjadi pertimbangan yang sebenarnya. Lebih merupakan beleid politik. Pasalnya, pemerintah Indonesia dengan seluruh sistem hukum dan ketatanegaraannya, pada faktanya sama sekali tidak memperhatikan apa yang ada dalam Piagam Jakarta serta apa yang menjadi pemikiran dan perasaan umat Islam Indonesia. Bahkan, yang ada justru depolitisasi dan rekayasa sedemikian rupa. Tujuannya agar Islam dalam arti ideologi (Islam mabda’i) atau politik (Islam siyasi) hilang musnah dari permukaan bumi Islam yang bernama Indonesia ini.

Menyerang isu penerapan syari’at Islam sebagai akan kembali ke masa barbar, atau akan teraniayanya non-Muslim, sungguh kekhawatiran laten dan klise yang dulu diungkapkan oleh Latuharhary pada sidang BPUPKI (H. Endang Saifuddin, ibid, 29) dan muncul lagi pada petang 17 Agustus 1945, yakni tatkala seorang opsir Jepang menyampaikan bahwa orang-orang Kristen Protestan dan Katolik dari Timur enggan bergabung manakala digunakan Mukaddimah dan Batang Tubuh UUD 1945 hasil sidang BPUPKI (H. Endang Saifuddin, ibid, 45-46). Akan tetapi faktanya pada saat bangsa Indonesia masih berpegang teguh pada UUD 1945 (hasil perubahan memenuhi aspirasi mereka), toh orang-orang Kristen dan Katolik dari Timur itu sangat kuat keinginannya melepaskan diri dari Indonesia. Kongres Papua, FKM, seolah iri kepada Timtim yang telah berhasil memisahkan diri dari NKRI.

Quote:
NB: SESUNGGUHNYA POLITIK TIDAK MAU MENERAPKAN SYARIAH ISLAM ITU DATANGNYA DARI KAUM LUBERAL JUGA FREEMANSNY YG INGIN MENGHANCURKAN ISLAM, KRN AKHIRNYA TIMOR TIMUR PUN MELEPASKAN DIRI DARI INDONESIA,PDHL SAMPAI SAAT INI PIAGAM JAKARTA PUN BLM DITERAPKAN. ITU PERTANDA BHW SYARIAH ISLAM TIDAK LANTAS MERENDAHKAN KAUM NONMUSLIM, TTETAPI ADA PIHAK2 YG MEMANG SENGAJA TDK INGIN DITEGAKKAN SYARIAH ISLAM DI NEGERI KITA INI, PDHL MEREKA TAHU BHW HUKUM ALLAH SWT MERUPAKN KEBENARAN N KEADILAN YG HAKIKI. ORANG2 KAFIR HARBY ITU BENCI AKAN KEBENARAN DAN KEJAYAAN ISLAM. Lihat lbh lanjut di:
ISLAM: PENCETUS UTAMA DALAM HUKUM HUBUNGAN INTERNASIONAL

Senin, 01 Juli 2013

PURNAWARMAN RAJA MENDUNIA ANALISA SIMBOL LEBAH, TERATAI DAN LABA-LABA

PURNAWARMAN RAJA MENDUNIA
ANALISA SIMBOL LEBAH, TERATAI DAN LABA-LABA
SERI PRASASTI II, TELAPAK GAJAH, CIARUTEUN, DKK

BEDAH HULU

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhARPfgz2iWUhI5zCESG2XxUJ9XTo6KcFiOiYQz2yHQJcUPDeld9Zi2_d5dGxiSiwd56wDtrr98BY4vbFFVPrq6z8WAojLF7mLu8uiN4XyySF2ZWaTtoUPIZtlJ07BFtUIZH6v_b0cDPCZN/s200/prasasti+ciateureun.jpg
Kok “Bedah Hulu” bukan pendahuluan, kaya nama kerajaan di Bali? Ya, mencoba tampilan lain pembaca, bedah hulu artinya penulis bermaksud membedah dulu judul artikelnya hehehe. Penulis memberikan judul artikel “Purnawarman Raja Mendunia” apa ada yang berkeberatan? Jangan berkeberatan ya pembaca, karena itu yang ditulis di dalam isi prasasti Ciaruten, kalau berkeberatan jangan disampaikan ke penulis, sampaikan ke si pembuat prasasti hehehe. Mendunia lebih mendingan daripada “raja dunia” kalau merujuk kedalam tafsiran dan terjemahan asli prasasti tersebut. Mendunia tidak berarti seluruh dunia, tapi lebih tepat artinya bahwa Raja Purnawarman mempunyai daerah kekuasaan yang luas, tidak hanya Tarumanagara, bisa jadi nusantara yang kita kenal sekarang.

Kemudian simbol-simbol yang akan penulis analisa dan tercantumkan diatas, sub-judul artikel, mempunyai makna yang sangat luas. Pertama. Sepasang lebah, mengenai sistem kehidupan berbangsa dan bernegara. Kedua. Teratai, ini mengenai sistem kehidupan beragama dalam masyarakat pada masa itu. Terakhir. ketiga. Laba-laba, tepatnya jaring laba-laba, ini menganai sistem pertahanan negara. Tentu semuanyanya pada masa Kerajaan Tarumanagara.

Artikel ini merupakan artikel lanjutan dari artikel sebelumnya yaitu seri artikel tentang analisa prasasti-prasasti, terima kasih atas do’a pembaca sehingga penulis bisa dengan cepat mendapatkan ide atau inspirasi mengenai tulisan artikel ini. Ciaruteun dkk (dan kawan-kawan) artinya prasati Ciaruteun dan prasati sejenis pada masa Kerajaan Tarumanagara yang menyatakan bahwa raja pada waktu itu bernama Purnawarman.

Data simbol-simbol tersebut diatas terdapat pada batu prasasti Ciaruteun, ditemukan pada aliran sungai Ci Aruteun, seratus meter dari pertemuan sungai tersebut dengan Ci Sadane, namun pada tahun 1981 prasasti diangkat dan diletakkan di dalam cungkup. Prasasti ini ditandai sebagai peninggalan Kerajaan Tarumanagara, berhuruf  Palawa dan bahasa Sanskerta. Isinya adalah puisi empat baris, yang berbunyi:

vikkrantasyavanipateh shrimatah purnavarmmanah tarumanagararendrasya vishnoriva padadvayam
Terjemahannya menurut Vogel:
Kedua (jejak) telapak kaki yang seperti (telapak kaki) Wisnu ini kepunyaan raja dunia yang gagah berani yang termashur, Purnawarman penguasa Tarumanagara.

Selain tulisan, terdapat juga gambar sepasang "padatala" (telapak kaki), yang menunjukkan tanda kekuasaan. Ukiran bendera dan sepasang lebah dengan jelas ditatahkan pada batu prasasti, terdapat juga ukiran kepala gajah bermahkota teratai. Demikian pula tentang ukiran sepasang tanda di depan telapak kaki ada yang diperkirakan sebagai lambang laba-laba, bisa juga matahari kembar atau kombinasi surya-candra (matahari dan bulan), bisa juga campuran keduanya.

Baik. Kita akan urai satu-satu tentang ke semua simbol yang terdapat dalam batu prasasti tersebut.

PERTAMA, TENTANG SEPASANG LEBAH

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjFE0W9fv3h-Imd8AKXRfr8VjYY8IOzDtnCnjVD-uaYk3XexPBPSx1TI2d6SHScwfZM6lFrU53ZcF35EBJcrOHHNAVoNhzAJlZcp-MOx9bSuVgUOEGa5RbBZGrw3YZ74u6ugbLT0S-wi88L/s200/111lebah.jpg
Lebah, merupakan sekelompok besar serangga yang dikenal karena hidupnya berkelompok meskipun sebenarnya tidak semua lebah bersifat demikian. Semua lebah masuk dalam suku atau familia Apidae (ordo Hymenoptera: serangga bersayap selaput). Di dunia terdapat kira-kira 20.000 spesies lebah dan dapat ditemukan di setiap benua, kecuali Antartika.

Sebagai serangga, ia mempunyai tiga pasang kaki dan dua pasang sayap. Sarangnya dibangun dari propolis (perekat dari getah pohon) dan malam yang diproduksi oleh kelenjar-kelelenjar lebah betina yang masih muda terdapat dalam badannya. Lebah memakan nektar bunga dan serbuk sari.

Secara umum terdapat sifat-sifat lebah, seperti:
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhnqMdXJHyEXtbupbRZW9_CDFtu4OMFS1RjhOO5tPOOP3a_0lD0uRaSzdPN9Vvy-y7oNCWohePoaEIpKg4V3ZHIGVyAWJzE959YyoaamurnXEVdFaFSsEuT_IYyofXcnURR8O0g9LYXF2G5/s200/ratu-lebah.jpg
  1. Membagun. Lebah adalah salah satu arsitek besar dalam dunia serangga, membangun rumah bertingkat yang rumit dan kompleks yang dihuni oleh seluruh komunitas.
  2. Merawat atau memelihara sesama dan memberi makan larva sehari 30 kali (gak kurang gak lebih, pass....ckckckckk sungguh fantastis).
  3. Mengumpulkan serbuk sari (nektar) dan informasi.
  4. Berkomunikasi. Melalui gerakan, suara, dan sikap tubuh, lebah dapat mengkomunikasikan informasi rumit tentang lokasi tanaman dan jenis bunga yang ditemukan.
  5. Menghitung. Lebah dapat menemukan kembali benda-benda dengan mengingat jumlah benda-benda mencolok di sepanjang perjalanan menuju tujuan yang diinginkan. Lihat juga poin 2.
  6. Menari. Ketika lebah kembali ke sarangnya, dia akan melakukan tarian rumit untuk menyampaikan informasi lokasi dan arah dari penemuan baru kepada teman-temannya. Jangan minta tari uler, dia bisanya tari lebah hehehe.
  7. Membedakan lebah lainnya. (padahal menurut kita sama semua, bingung bin heran!)
  8. Makan. Itu mah sudah pasti, gak ada ceritanya diet atau puasa. Tapi ingat lebah makannya yang baik-baik, tidak sembarangan, gak jorok, dan makananya hanya berupa serbuk sari.
  9. Berkelahi. Bukan hanya sekedar berkelahi, tetapi juga dengan keganasan, fokus kecepatan, dan koordinasi peralatan perang mereka, sehingga membuat film-film silat yang diputar dengan lebih cepat sekalipun akan tampak lambat dan menyedihkan jika dibanding dengan kecepeatan menyerang para lebah.
  10. Terbang. Lebah tidak terbang? ya, namanya lebah mati atau lebah cacat hehehe. Maksudnya terbang dengan memakai sistem navigasi sehingga mampu terbang berkerumun dengan koloninya, tanpa mengalami kesulitan akibat kerumunan itu.
  11. Mendengar. Sama halnya seperti manusia.
  12. Belajar. Liat poin 4 dan 5, melakukan perbaikan diri, tanpa belajar mereka gak dapet ijasah....eh kok kebablasan, ijasah buat kita ya hehehe.
  13. Hidup dalam komunitas yang teratur dan berfungsi dengan selaras.
  14. Membuat keputusan, nah lho...apaan maksudnya. Maksudnya lebah dapat memutuskan mengubah suhu sarang mereka sesuai kondisi dan keperluan, menyampaikan atau tidak menyampaikan informasi, berperang atau tidak berperang (kalau lebah menyerah belum ada ceritanya hehehe) dan berpindah tempat atau tetap diam.
  15. Menentukan arah. Dalam sekala mini, lebah setara dengan pesawat terbang canggih masa sekarang. Bayangkan berusaha mendarat disebuah daun yang bergerak dalam tiupan angin yang kencang, walau tanpa dispatcher hehehe atau komando dari landasan terbang (hahaha...ya lebah mana ada sistem kaya begituan).
  16. Memproduksi madu. Ada gak ya lebah yang gak memproduksi madu? Siapa pun pasti kenal fungsi madu yang teramat banyak bagi kesehatan.
  17. Mengatur suhu. Ketika sarang menjadi terlalu panas, sekelompok lebah akan bekerja secara harmoni untuk mengatur kembali suhu sebesar sepersepuluh derajat celsius, dengan menggunakan sayap-sayap mereka sebagai kipas angin raksasa, dan memasukan udara sejuk sampai sarang mencapai derajat suhu yang diinginkan (wuiihhhhhh ruarrrrrr bisaaaa!!!! Soalnya gak ada tukang pasang AC kalee hehehe).
  18. Mengingat. Mereka tidak akan bisa menghitung, mengkomunikasikan atau bertahan hidup jika mereka tidak mengingat. Bener juga tuh ya!
  19. Reproduksi. Ya iyalah, mereka akan musnah pada kejadian pertama kalau gak reproduksi. Ya udah ikuti aja pembaca jangan protes. Namanya juga merinci, harus detail donk. Eitss sebentar, sistem reproduksi yang dimaksud adalah bahwa lebah terbagi menjadi tiga kelas; Ratu, pejantan dan pekerja. Ratu menghasilkan telur dan koloni, jantan melakukan pernikahan (kok nikah?)...kawin maksudnya dengan ratu pada musim semi dan panas. Sedangkan pekerja adalah para betina. Kelas sich kelas tapi ada yang gak enak, para betina dah bekerja keras dianggurin lagi hehehe. Ya udah biarin mereka kan hewan, terserah yang bikin.
  20. Melihat. Ngatem dahan pohon kalau gak ngelihat, alamat benjol bin jontor tuh kepala lebah hehehe, tapi ada lebihnya penglihatan lebah peka terhadap sinar ultraviolet. Tapi ular buta loh, dia gak melihat tapi mengandalkan sensor panas. Bener gak? Ya harus benerlah, makanya ditulis.
  21. Mencium bau. Lebah paling seneng kalau ada manusia lewat gak mandi hahaha, just joke..
  22. Berkerumun dalam formasi yang sangat rumit, tidak sekedar berkerumun, dibandingkan dengan skuadron pesawat tempur, masih hebatan formasi dan manuver mereka. Ohhhh berkerumun maksudnya saat terbang....manteppsss gak kalau gitu, hebat kan  bisa gak tabrakan?
  23. Mencicip, membaui, mengecap dan meraba atau menyentuh.
  24. Berpikir. Hah apa yang dipikirin ya? udahlah pokoknya gitu kok menurut sumbernya, penulis juga bingung hehehe. Ohhh, iya bukannya untuk memutuskan sesuatu harus berpikir. Lihat banyak poin diatas harus terlebih dahulu melakukan aktifitas berpikir. Right?
KEDUA TENTANG TERATAI (TERATAI=PADMA)
Karena kerajaan Tarumanagara adalah kerajaan beragama Hindu, maka bahasan tentang teratai akan dilakuan dalam kontek agama Hindu juga, sumber materinya berasal dari kitab-kitab Upanisad. Kitab-kitab itu kurang lebih menyatakan bahwa dalam agama Hindu ada banyak sekali media yang digunakan sebagai sarana untuk memuja Sang Pencipta, salah satunya adalah Padmasana, Di Padmasanalah Sang Pencipta itu disthanakan.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg5GXfxFa-s5duA6vj_8LVLPXiLRDpZTabyjDr9BgpDpO9uB5LBpY9p9JvqylFt2ip50P8AhOVOZqf43BDvhGjjF43Stp2YAIQjVojK26NJFs0xRKqjzOenuyAtx_Uaxf4mHoqfS0qsidQ3/s200/teratai+putih.jpg
Kata Padmasana berasal dari bahasa Sansekerta yaitu dari kata Padma yang artinya teratai dan Asana artinya sikap duduk atau tempat duduk. Jadi Padmasana berarti tempat duduk yang berbentuk teratai. Oleh sebab itu pelinggih (Bangunan Pura) yang paling utama disebut Padmasana. Bangunan ini pada bagian bawahnya berbentuk kembang teratai, di atas kembang teratai inilah bangunan Padmasana didirikan. Bunga teratai itu simbol dari tempat duduk atau berdirinya dewa-dewa. Mengapa dipilih bunga teratai? Karena bunga teratai mempunyai kelainan dengan bunga-bunga pada umumnya. Di antaranya sebagai berikut:
  • Bunga teratai akar dan pangkalnya tumbuh di dalam lumpur, batangnya berada di air dan bunganya berada di atas air. Dengan demikian bunga teratai hidup di tiga alam yaitu alam lumpur, air, dan udara. Di dalam, ajaran agama Hindu Hyang Widhi disebutkan bertahta di atas tiga alam ini, sebagai penguasa Tri Bhuwana yaitu alam Bhur, Bwah, dan Swah. Hidup bunga teratai di dalam tiga alam inilah yang diidentikkan dengan Bhur, Bwah, dan Swah sehingga bunga teratai bisa dianggap simbol Tri Bhuwana.
  • Bunga teratai walaupun hidup di lumpur yang busuk dan hidup di air tetap berbau harum dan tidak basah oleh air. Sebab itu maka bunga teratai dianggap sebagai lambang kesucian, bebas dan ketidakterikatan. Ida Sang Hyang Widhi walaupun Beliau menciptakan dunia dan berada di dunia, Beliau bebas dan ketidak terikatan dunia. Kesamaan ini menyebabkan bunga teratai sebagai simbol sthana Hyang Widhi.
  • Bunga teratai mempunyai tangkai bunga yang lurus dan pangkal yang berada dalam lumpur sampai ke sari bunganya yang berada di atas air. Sesuatu yang lurus itu biasanya dipakai sebagai simbol yang baik.
  • Meskipun bunga daun (kelopak daun) bunga teratai itu lebih dari delapan kelopak, tetapi di dalam mythologi selalu dilukiskan bahwa daun kelopak bunga teratai itu berjumlah delapan, dengan tepung sari di tengah sebagai simbol Hyang Widhi yang menguasai seluruh penjuru mata angin dikenal dengan gelar Dewata Nawa Sanggha, terdiri dari Dewa Iswara, Maheswara, Brahma, Rudra, Mahadewa, Sangkara, Wisnu, Sambu, dan Siwa.
Demikianlah beberapa hal keistimewaan bunga teratai sehingga dipakai simbol dari linggih atau sthana Hyang Widhi. Padmasana pada hakekatnya adalah merupakan simbol dari bumi ini atau Bhuwana Agung (alam semesta) karena alam semestalah merupakan sthana Hyang Widhi di dunia ini. Untuk merealisasikannya maka diwujudkanlah dalam bentuk Padmasana. Hal ini dapat diketahui dari perlengkapan Padmasana tersebut yaitu:
  1. Bedawang Nala yang dililit oleh dua ekor Naga. Bedawang Nala adalah simbol dasar dari Bhuwana Agung maupun Bhuana Alit. Konon katanya di dasar bumi ini ada Bedawang Nala yang dililit oleh ular naga sehingga Bedawang Nala itu tidak bisa bergerak. jika naga itu terbuai atau tidur maka Bedawang Nala itu akan menggerakkan tubuhnya sehingga menimbulkan gempa. Binatang apa sebenarnya Bedawang Nala itu ? Di dalam lukisan arsitektur Bali Bedawang itu selalu dilukiskan sebagai penyu atau kura-kura yang kepalanya mengeluarkan api. Kata nala yang berasal dari kata anala (sanskrit) yang artinya api. Di dalam lontar Adi Parwa, Brahmanda Purana maupun Agastya Parwa, Badawang Nala itu dilukiskan sebagai Bedawang api yang berkepala kuda yang meminum air di lautan. jika kita hubungkan dengan pengetahuan geologi maka yang dimaksud dengan Bedawang Nala rupa-rupanya adalah magma api yang ada di kerak bumi. Jika magma itu bergerak maka akan menimbulkan gempa tektonik. Jika terjadi letusan gunung berapi maka lahar yang mengalir keluar tampak seperti kepala kuda yang menyala.
  2. Burung Garuda yang dilukiskan di belakang Padmasana, Simbol apakah Garuda itu? Gambar garuda ini ada hubungannya dengan cerita Sang Garuda yang terdapat di dalam Adi Parwa. Inti ceritanya adalah Sang Garuda yang mampu membebaskan dirinya dari ibunya Sang Winata dari perbudakan Sang Kadru dan anaknya. Dengan tebusan berupa tirta amerta yang diperolehnya dari Dewa Wisnu setelah Sang Garuda bersedia menjadi kendaraan Dewa Wisnu. Jadi Garuda itu tidak lain adalah simbol manusia yang mencari pembebasan dari perbudakan benda-benda duniawi. Apakah manusia bisa membebaskan diri dari perbudakan benda-benda material/duniawi? Jawabannya adalah Tirta Amerta. Apa yang dimaksud dengan Amerta itu? Amerta artinya tidak mati-mati atau keabadian, Siapa yang tidak bisa mati hanya Tuhan! Barang siapa yang telah bisa mencapai Tuhan mereka tidak lagi terikat oleh kemelekatan benda-benda duniawi ini, mereka bebas dari perbudakan benda, mereka mencapai moksa (kebebasan).
  3. Angsa juga dilukiskan dibelakang Padmasana tepatnya di atas burung Garuda. Wujud Angsa itu selalu diwujudkan dengan sayapnya yang mengepak-ngepak. Menurut lontar “Indik Tetandingan” wujud angsa dengan sayap mengepak itu adalah simbol dari ardha candra, windu, dan nada. Kedua sayap yang mengepak menggambarkan ardha candra, windu, dan nada. Kedua sayap yang mengepak menggambarkan ardha candra, kepala angsa menggambarkan windu, dan mulut atau cocor angsa menggambarkan nada. Sumber yang lain dijumpai di dalam Upanisad yang menyebutkan: “Atma yang ingin bersatu dengan Brahman itu seperti burung angsa yang mengepak-ngepakkan sayapnya”. Maka kesimpulannya lukisan Angsa pada Padmasana adalah simbol manusia yang ingin kembali kepada Sang Hyang Widhi, yang juga disebutkan amoring acintiya.
  4. Naga Taksaka yang digambarkan pada Singhasana yang berbentuk menyerupai kursi. Naga Taksaka itu dipakai untuk menghiasi kedua tangan dan kedua kursi itu. Demi untuk kepentingan keindahan (seni rupanya) Naga Taksaka (yang bersayap) itu dilukiskan dua ekor. Naga Taksaka adalah merupakan simbol dari lapisan terakhir dari bumi yang juga membungkus kulit bumi tetapi selalu bergerak yaitu udara yang mengambil tempat di angkasa atau melambangkan / atmosfier bumi.
  5. Acintya yang dilukiskan di Singhasana Padmasana. Acintya mempunyai arti tak terpikirkan. Dengan demikian Acintya adalah simbol bahwa Tuhan itu tak terpikirkan. Dalam kitab-kitab Upanisad menyatakan bahwa Tuhan itu sangat sulit diberikan batasan, sebab batasan cendrung mempersempit dari pengertian Tuhan Yang Maha Agung itu. “Neti-neti”, bukan itu, bukan ini?
KETIGA TENTANG LABA-LABA (JARING LABA_LABA)

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjeO-nH3g06MFcURE-GSlEjLAc9bFa4SC9vbCTw8rN7P-UXdxD8IjzVxySTlOJL6Abje2hgAvGpfSlVI4JgcehjXpo9SLKLQG5Y4O-PuxE27mIwwUufyqSSraheNurJGIxzcNTZqve3PTDh/s200/eab1b0ebafb8eca484.jpgJaring laba-laba terbuat dari benang-benang kerangka penahan-beban dan benang-benang spiral penangkap berlapiskan zat perekat yang diletakkan di atasnya, serta benang-benang pengikat yang menyatukan kesemuanya. Benang-benang spiral penangkap tidak sepenuhnya terikat pada benang-benang perancah. Dengan ikatan seperti ini, makin banyak korban bergerak makin terjerat ia pada jaring. Saat melekat ke seluruh tubuh serangga korban, benang-benang penangkap secara berangsur-angsur kehilangan elastisitasnya, dan semakin kuat serta semakin kaku. Karenanya, korban terperangkap dan tak dapat bergerak. Setelah itu, bagai paket makanan hidup, mangsa yang terbungkus benang-benang perancah alot ini tak memiliki pilihan lain kecuali menanti kedatangan laba-laba untuk melakukan serangan terakhir.

Daya Redam dan kejut Jaring Laba-laba

Untuk menjadi perangkap yang efektif, jaring laba-laba tidak cukup hanya bersifat lengket atau terbuat dari benang-benang dengan karakteristik yang berbeda-beda. Misalnya, jaring tersebut harus dirancang sedemikian rupa sehingga dapat menangkap serangga yang sedang terbang. Jika kita andaikan serangga yang tertangkap jaring sebagai peluru kendali, maka menghentikan serangganya saja tidak lah cukup. Mangsa yang tertangkap jaring harus dibuat tidak bergerak sehingga laba-laba dapat mendekatinya dan menggigitnya. Menangkap peluru kendali dan menghentikannya bukan lah pekerjaan yang mudah.

Selain kuat, benang-benang yang membentuk jaring laba-laba juga elastik. Namun tingkat elastisitasnya pada masing-masing daerah berbeda. Elastisitas ini penting untuk alasan-alasan berikut ini:
  1. Jika tingkat elastisitasnya lebih rendah dari yang diperlukan, serangga yang terbang menuju jaring akan terpental balik seperti menubruk sebuah pegas yang keras.
  2. Jika tingkat elastisitasnya lebih tinggi dari yang diperlukan, serangga akan memolorkan jaring, benang-benang lengket akan menempel satu sama lain dan jaring tersebut akan kehilangan bentuknya.
  3. Pengaruh angin telah masuk dalam perhitungan elastisitas benang. Jadi, jaring yang teregang oleh angin dapat kembali ke bentuk semula.
  4. Tingkat elastisitas juga sangat berhubungan dengan benda yang melekat pada jaring. Sebagai contoh, jika jaring melekat pada tumbuhan, elastisitasnya harus mampu menyerap setiap gerakan yang disebabkan tumbuhan tersebut.
  5. Benang-benang penangkap yang terjalin berbentuk spiral letaknya saling berdekatan satu dengan lainnya. Ayunan kecilpun dapat saling melekatkan satu dengan lainnya, dan menyebabkan celah-celah pada medan perangkap. Itulah sebabnya benang-benang penangkap yang lengket dan berelastisitas tinggi ini terletak di atas benang-benang kering yang berelastisitas rendah. Ini untuk mencegah potensi terbentuknya celah untuk lolos.
Seperti telah kita lihat, pada setiap segi jaring dapat kita lihat suatu keajaiban struktural dan ini yang menciptakan sifat redam-kejut pada jaringnya.

Pemeliharan Jaring laba-laba

Jaring laba-laba memerlukan pengurusan yang terus menerus, karena bagian spiral lengketnya bisa rusak oleh hujan atau oleh gerakan mangsa yang berusaha lolos. Lebih dari itu, debu yang menempel pada jaring dapat merusak daya lekat benang-benang spiral.
Bergantung pada letaknya, dalam waktu yang singkat - 24 jam, sebuah jaring bisa kehilangan sifat-sifat yang membuatnya mampu menangkap serangga. Karena alasan inilah, jaring dibongkar secara berkala dan dibangun kembali. Laba-laba makan dan mencerna benang-benang jaring yang dibongkarnya. Ia menggunakan asam-asam amino dari benang yang dicernanya untuk membangun jaring yang baru. (Bilim ve Teknik Görsel Bilim ve Teknik Ansiklopedisi (Science and Technology Gorsel Science and Technology Encyclopedia), p. 1090).

Peringatan Kepada Burung dan Penyamaran

Laba-laba cenderung membangun jaringnya, yang demikian berharga baginya, di tempat yang sunyi. Alasannya adalah untuk menghindari kerusakan oleh binatang-binatang atau oleh kondisi-kondisi alam. Laba-laba menggunakan cara-cara yang menarik untuk melindungi jaring-jaring mereka. Salah satu yang paling menarik adalah jaring laba-laba Argiope di Amerika Tengah. Laba-laba ini meletakkan marka-marka zigzag putih mengkilat pada jaringnya. Marka-marka ini untuk memperingatkan burung agar tidak terbang kedalam jaring. Laba-laba ini juga menggunakan marka-marka ini untuk bersembunyi di belakangnya. Ia menanti di belakang marka-marka ini agar mangsa tidak melihatnya.

Laba-laba telah menggunakan model-model ini di seluruh dunia sejak pertama kali mereka muncul. Laba-laba, seperti mahluk hidup lainnya, berbuat hanya berdasarkan inspirasi dan tuntutan situasi yang ada dan sebagai cara untuk bertahan hidup. Belajar dari sifat dan kehidupan laba-laba, Inilah merupakan fitrah setiap mahluk hidup yang dianugrahkan Tuhan segala kelebihan dan kekurangannya sesuai dengan kondisi kehidupan yang dihadapainya.

Mengenai kekuatan jaring laba-laba Tempo.Co, Boston  mengungkapkan bahwa para ilmuwan di Amerika Serikat berhasil menemukan jawaban mengapa jaring laba-laba mampu menahan kekuatan besar. Mereka mengklaim temuan ini dapat digunakan untuk membantu merancang bahan berkekuatan super generasi baru.

Menurut para ilmuwan, kekuatan luar biasa jaring laba-laba tidak hanya disebabkan bahan baku benang sutra yang memang alot, tapi juga desain rumit jaring itu sendiri.

Markus Buehler dari Massachusetts Institute of Technology di Boston mengatakan, kekuatan sesungguhnya dari jaring laba-laba tidak terletak pada benang sutra penyusunnya. "Tapi pada perubahan sifat mekanis ketika ada yang mengenai jaring itu," ujar dia.

Struktur kompleks jaring berperan penting. Ketika salah satu untaian benang putus atau rusak, misalnya, kekuatan keseluruhan jaring laba-laba justru semakin meningkat. Menurut Buehler, pembuatan jaring menyita sebagian besar energi laba-laba sehingga hewan itu butuh desain yang mencegah perbaikan besar ketika jaring rusak.

Para ilmuwan juga menemukan benang sutra pada jaring laba-laba memiliki kemampuan untuk menjadi lunak atau kaku, tergantung seberapa besar beban yang mengenainya. "Ini tidak seperti serat alami atau buatan manusia lainnya," kata Buehler lagi.

Para ilmuwan membandingkan benang sutra laba-laba dengan tiga bahan lain sebagai pembuat jaring. Ternyata, sutra laba-laba enam kali lebih tahan terhadap kerusakan ketika tertimpa ranting jatuh atau angin kencang.

Begitu pula ketika diberi beban tambahan. Hanya satu jalinan benang sutra laba-laba yang rusak. Dengan kerusakan minim itu, laba-laba hanya perlu melakukan perbaikan kecil pada jaringnya setiap ada kerusakan daripada membuat jaring baru.

Yang juga mengejutkan, ketika para peneliti mengurangi beban hingga 10 persen dari berbagai titik pada jaring laba-laba, jaring tersebut malah 10 persen lebih kuat. Menurut penelitian ini, benang sutra laba-laba lima kali lebih kuat daripada benang serupa yang terbuat dari baja.

Penelitian terbaru yang dipublikasikan dalam Jurnal Nature, Jumat, 3 Februari 2012, ini menemukan, jaring laba-laba mengandung dua jenis benang sutra. Jenis pertama adalah benang sutra kaku dan kering yang merentang seperti jari-jari dari titik pusat ke tepian jaring.

Jenis kedua adalah benang sutra yang lebih tipis dan lengket, disebut "sutra lengket". Benang jenis kedua ini disusun melingkar, menempel pada jari-jari sutra kering. Sutra lengket juga berguna untuk menjebak mangsa yang menyangkut di  jaring laba-laba itu.

Tambahan. Berita kompas malahan menyebutkan bahwa Shigeyoshi Osaki, ilmuwan dari Nara Medical University, Kashihara, Jepang, menyulap benang jaring laba-laba menjadi dawai biola. Hasil inovasinya dipublikasikan di jurnal Physical Review Letters yang akan segera terbit bulan ini.

Untuk membuatnya, Osaki memanen benang dari 300 ekor laba-laba spesies Nephila maculata. Ilmuwan merangkai 3000-5000 helai benang untuk membuat satu buntalan benang yang lebih besar. Tiga buntalan benang kemudian disatukan untuk membentuk dawai.

Uji kekuatan kemudian dilakukan untuk memastikan agar dawai yang dihasilkan tak putus ketika dimainkan. Hasil ujicoba membuktikan bahwa dawai dari jaring laba-laba lebih kuat dibanding dawai bahan nilon.

Studi menggunakan mikroskop elektron menunjukkan bahwa selain berbentuk silinder sempurna, susunan material dawai juga sangat sempurna sehingga tidak menyisakan rongga. Hal ini mendukung kekuatan dawai dan menciptakan suara yang lebih baik.

"Beberapa pemain biola profesional mengatakan bahwa dawai dari jaring laba-laba ini menghasilkan warna nada yang lebih baik, menghasilkan musik yang benar-benar baru," kata Osaki seperti dikutip situs BBC.
ANALISA SIMBOL LEBAH, TERATAI DAN LABA-LABA

Pertama tentang lebah. Coba pembaca resapi, renungkan dan pikirkan dari uraian tentang lebah. Seandainya simbol sepasang lebah itu bertujuan untuk memberikan informasi mengenai sistem kehidupan berbangsa dan bernegara dalam kerajaan Tarumanagara, artinya Kerajaan Tarumanagara sudah mengalami peradaban begitu maju luar biasa. Sempurna sebagai sebuah bangsa dan negara dalam tata dan aturan yang mereka miliki serta konsep kehidupam semua elemen didalamnya. Tidak termasuk katagori peradaban terbelakang, kuno atau bahkan purba malah sangat maju.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjuEgQugKj0mHNopCLu4iyl39Eu85xqgBRul4cTxv6zycjQgsuqpomPbX_6eKIZ7NvH1owBMlg850fkzwsU9ykMuP6L5We7fcq09nQt9UQjakGe_kNvQQUIsNBDdM6LKJKlAc9AjO_2Ucl0/s200/images.jpg
Mereka sudah mampu menerapkan sistem kehidupan normal yang hampir sama dengan kehidupan kita sekarang, bahkan kalau benar-benar sifat kehidupan itu sesuai dengan sifat lebah diatas secara faktual dan nilai, mereka jauh beradab dari kita sekarang. Nilai-nilai disini maksudnya tidak dipengaruhi dan bukan berbicara masalah tehnologi.

Wajar seandainya Kerajaan Tarumanagara menjadi idola, contoh, dan sumber inspirasi bangsa-bangsa lain. Disegani, ditakuti atau bahkan dijadikan induk bagi kerajaan-kerajaan yang lainnya. Mempunyai tingkat kehidupan sosial dan budaya yang sudah sangat teratur dan tersusun sistematis. Biasanya bangsa seperti ini adalah bangsa yang besar, dihargai dan disegani pada masanya. Lihat kembali poin-poin tentang lebah. Penulis merasa relevansinya  tidak perlu dijabarkan atau dijelaskan lagi, penulis yakin pembaca bisa memaknainya secara sempurna.

Kedua tentang Teratai. Ini merupakan simbolisasi dari nilai-nilai spiritual, religius, yang berkembang dalam kehidupan berkenegaraan di Kerajaan Tarumanagara. Memberikan tanda atau informasi kepada kita bahwa masyarakat Tarumanagara sebagian besar masyarakatnya yang sudah memiliki kepercayaan kepada Sang Pencipta atau beragama, tidak lagi animisme, walaupun pada kenyataannya mungkin saja masih ada aliran kepercayaan animisme. Bukan pada masa itu, masa sekarang pun penulis yakin masih ada kalau berbicara masalah animisme, khusus di negara kita ya! Jangan melebar kemana-mana.

Bukankah agama berasal dari bahasa sansekerta? “a” berarti tidak, “gama” berarti kacau. Karena digabung jadi pengertian agama mengadung arti kata “tidak kacau” artinya orang beragama adalah orang yang hidupnya tidak kacau. Masyarakat beragama adalah masyarakat yang tidak kacau, masyarakat yang sudah patuh dan taat terhadap aturan yang diajarkan dan dibimbing oleh nilai-nilai kepercayaannya yang dianut, ada pola keteraturan dalam bermasyarakat dalam hal ini.

Jelas sudah! Bahwa Kerajaan Tarumanagara adalah kerajaaan yang beragama, kerajaan yang hidup berdasarkan nilai-nilai kepercayaan yang meraka jalankan. Inilah yang menjadi ciri bahwa Kerajaan Tarumnagara sudah mempunyai peradaban yang tinggi.

Dan mohon atau harap pembaca ingat pula! Bahwa setiap pemeluk (atau umat) agama yang hidup pada masa mendekati kelahiran atau kemunculan agama tersebut cenderung lebih bisa menjiwai secara nilai-nilai psikologis dan prakteknya. Ya atau Tidak? (dijawab “atau” supaya aman hehehe). Ssttt!...ini berlaku loh untuk semua agama atau kepercayaan manapun. Artinya secara penerapan nilai-nilai keagamaan, tentunya mereka lebih baik dari masa sesudahnya. Apa masa sekarang termasuk “masa sesudahnya”? masa gitu aja harus penulis jawab sendiri hehehe. Lihat diri pribadi dan lingkungan sekitar kita, bandingkan dengan masa awal kemunculan agama atau kepercayaan yang kita anut. Pasti pertanyaan diatas dapat terjawab dengan sempurna.

Ketiga tentang laba-laba. Penulis memaknai uraian tentang laba-laba diatas yaitu bahwa Tarumanagara sebagai sebuah negara atau kerajaan yang sudah terbentuk menjadi sebuah bangsa yang berdaulat, tentunya untuk mempertahankan kedaulatanya perlu sistem pertahanan negara yang kuat seandainya ingin tetap disebut sebagai sebuah negara. Tanpa itu, dalam waktu cepat Tarumanagara akan wassalam, tamat! Jangan harap bisa terus berdiri.
Simbolisasi laba-laba yang mau disampaikan adalah sebuah simbol yang berisikan nilai filosofis terhadap pertahanan negara yang menggunakan sistem jaring laba-laba.

Sistem pertahanan negara yang mempunyai sifat elastis, pleksibel, kuat dan perangkap mematikan serta daya tahan luar biasa bahkan nilai-nilai sportif pun ada alias fair play atau kesatria, juga kelihatan dalam hal ini simbol jaring laba-laba digabung dengan sifat lebah, alhasil akan memenuhi sekali kriteria “art of war” yang diajarkan Tsun Shu, ahli strategi perang masa kerajaan China, sebagai mana uraian tentang laba-laba dan lebah sebelumnya. Kalau penasaran baca lagi tentang uraian mengenai jaring laba-laba dan lebah diatas, adakalanya menyerang dengan ganas dan cepat, tapi adakalanya bertahan total tapi membuat pihak lawan tidak berdaya.

Tapi dari uraian diatas juga disebutkan bahwa jaring laba-laba harus selalu di maintaince atau dipelihara. Tentunya ini sangat logis dan alamiah, segala sesuatu pun tidak ada yang kekal kalau berhadapan dengan sang waktu dan kondisi alam yang mempengaruhinya. Pemeliharaan yang dilakukan adalah dengan terus melakukan evaluasi terus menerus dan selalu meningkatan kemampuan diri misal dari sisi tehnologinya. Jangan lupa yang satu ini yaitu yang paling utama adalah semangat masyarakat kerajaannya yang harus terus dijaga, ditingkatkan, dipupuk dan selalu ditempa sehingga semangat bela negara tetap kokoh, karena itu rohnya. Dan ini sangat tergantung raja dan perangkatnyalah yang mampu melakukan pemelihara tersebut, kewajiban sebagai penguasa atau pemerintah setempat.

Sungguh kerajaan Tarumanagara mempunyai konsep filosofi yang sangat luar biasa untuk sistem pertahanan negaranya. Apakah saat sekarang masih relavan? Konsep ini keliahatanya berlaku sepanjang masa. Ini adalah warisan dari peradaban jaman dahulu kala, ini pun jika kita mampu memaknainya, teramat berharga nilai-nilai yang diwarisankan kepada kita, walau dalam bentuk simbol, kewajiban kitalah untuk menggali dan mendalaminya.

Baca lagi tentang lebah, walau tanpa catatan mereka mampu mengingat dengan sempurna  Ibarat orang tuna netra tapi mereka terlatih dengan indra lain untuk menggantikan fungsi penglihatanya. Dengan demikian walaupun menurut peradaban saat ini keliahatan tidak mungkin, tapi kenyataannya seperti itu, kehidupan bernegara dapat dijalankan dengan apik. Makanya pada masa lampau setiap catatan undang-undang dan peraturan bernegara yang diberlakukuan untuk seluruh masyarakatnya cukup dengan berupa syair. Syair itulah pengganti dari catatan dalam kehidupan pada saat itu, dan itu lebih paten, bisa dihapal dan dicerna masyarakatnya, dan itu sangat efektif. Bandingkan dengan kehidupan masa kini. Siapa diantara kita yang hapal KUHAP atau peraturan perundangan lainya? padahal sudah dicatat dan dibukukan
ANALISA TENTANG PURNAWARMAN RAJA MENDUNIA

Diawal artikel tentang raja Purnawaran, bukan penulis menghindar untuk menjelaskan maksud dari judul artikel yaitu Purnawaman raja mendunia. Soalnya tidak tepatlah kalau penulis menjelaskan diawal artikel hehehe.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgn0ZS2IpHxsQtMJzP6sIid8Fi5HSYSOig3BKbWyn558mqDanzhqhPC1UJo9os5BU3QoZLIIYhWdRdmzdbYLmJIYXRFPxCUVM6o-hZWshi38qdv5V7zfGZr7C0_EAhdXhunEAeT7f9A0zVD/s320/SitusBatujaya(CandiJiwa).jpg
Baiklah. Penulis yakin bahwa Purnawarman adalah raja diraja atau maharaja yang mempunyai kekuasaan mendunia, bahkan mungkin setara atau menyamai luas wilayah nusantara sekarang. Kemungkinan pertama. Tidak terdapatnya data sejarah mengenai kerajaan-kerajaan lain dibagian Indonesia sebelah timur, berita mengenai munculnya kerajaan-kerajaan disebelah Timur Indonesia baru muncul ketika masa Keemasan Kerajaan Sriwijaya, lebih tepatnya masa Wangsa Sailendra mulai sekitar abad 7, berita pelancong negeri jazirah Arab. Artinya bisa jadi kerajaan-kerajaan itu belum terbentuk. Kalau tidak ada kerajaan, apa yang mau ditaklukin? Dan sah-sah saja kalau dikatakan Tarumanagara mengusai wilayah tersebut. Bahkan tatar Jawa yang bisa dikatakan lebih modern, tidak terdapat sama sekali berita mengenai telah tumbuh dan berkembangnya suatu kerajaan pada masa itu. Tatar Jawa juga sah kalau diklaim masuk wilayah kekuasaannya Kerajaan Tarumanagara. Begitu pun diwilayah Indonesia bagian barat, tidak ada informasi pada saat itu salah satu kerajaan yang memberikan informasi seperti Tarumanagara. Sah juga kalau dianggap mereka berada dalam kekuasaan Tarumanagara.

Tentang Kerajaan Kutai Masa Mulawarman

Penulis yakin pembaca akan menanyakan tentang hal ini, Kerajaan Kutai kisaran abad ke-4. Bener kan? Ya, baiklah dengan segala kerendahan hati penulis memberanikan diri untuk mengajukan opini berupa hipotesa, dugaan bahwa Purnawarman dan Mulawarman adalah menunjuk raja yang sama bukan dua orang tapi satu orang. Tentunya ada alasan donkk tidak sembarang hipotesa.

Mari perhatikan! Prasasti yang ditemukan di Kutai yang diperkirakan dibuat pada abad ke-4. Prasasti itu bukan dibuat oleh raja di daerah Kutai, tapi dibuat oleh para Brahmana sebagai ucapan terima kasih atas kemurahan hati raja Mulawarman atas hadiah berupa 1000 ekor sapi dan lainya, ada juga yang mengatakan lembu. Tetapi dalam prasati itu tidak dijelaskan nama kerajaan. CATAT! Nama kerajaan Kutai itu diberikan setelah diketemukan Naskah Nagarakertagama yang menyebutkan adanya kerajaan dibawah Kerajaan Majapahit yang bernama Kutai Kertanagara. Merujuk dari informasi Nagarakertagama, entah siapa yang memulai, maka prasasti yang diketemukan itu dinamai prasasti kutai dan Nama Kerajaannya pada kisaran abad ke-4 itu diduga adalah Kerajaan Kutai.

Kalau dilihat berdasarkan bukti sejarah dan peninggalan artefak, diakui atau tidak Kerajaan Kutai itu tidak pernah ada. Silakan pembaca yang budiman ajukan ke penulis kalau bukti itu memang ada.

Perhatikan nama raja-raja yang disebut dalam prasasti tersebut. Pertama, Kudungga yang menerangkan mempunyai seorang putra. Kedua Aswawarman adalah putra dari Kudungga yang mempunyai 3 orang putra, hanya putra yang cemerlang yang disebut, dan Aswawarman ini adalah pendiri dinasti, entah apa nama dinastinya, tidak disebutkan. Ketiga. Mulawarman, putra yang paling cemerlang diantara ketiga putra Aswawarman tersebut diatas. Tentang penyebutan nama Kudungga dan Aswawarman hanyalah penyebutan silsilah keluarga dari Raja Mulawarman sebenarnya oleh para Brahmana dalam prasasti tersebut. Jadi tidak menyebutkan raja-raja yang berkuasa di daerah tempat prasasti ditemukan pada masa itu.

Lihat kembali jumlah hewan ternak sapi yang dihadiahkan kepada para Brahmana, 1000 ekor, bukan kah itu juga jumlah yang diberikan raja Purnawarman terhadap para Brahmana di Kerajaan Tarumanagara, cek prasati Tugu.

Kalau dilihat dari huruf dan bahasa yang digunakan adalah sama yaitu huruf palawa dan bahasanya sansekerta. Mungkin apa perbedaan sedikit, tergantung siapa yang menulis dan tahun penulisan. Tapi pada dasarnya sama.

Arti Nama Purnawarman dan Mulawarman

Dalam bahasa sansekerta yang penulis ketemukan dari beberapa sumber. Purnawarman, asal kata dari Purna dan Warman. Purna artinya selesai atau terakhir, warman artinya cahaya atau raja. Jadi purnawarman adalah cahaya terakhir atau raja terakhir.

Mulawarman berasal dari kata Mula dan Warman, mula artinya awal, permulaan, Warman sama seperti diatas mempunyai arti cahaya atau raja. Dengan demikian Mulawarman mempunyai arti raja permulaan atau cahaya permulaan.

Kata warman mirip dengan warma. Kelihatanya kalau warman diakhir kata sedangkan warma jika kata itu disimpan ditengah atau diawal seperti nama Raja Mauli yaitu Mauliwarmadewa artinya Dewa Raja Mauli, raja diraja atau maha raja mungkin maksudnya. Penulis berpendapat warma = warman, lebih tepatnya diartikan raja dalam konteks ini.

Ada pepatah, timur jauh dengan barat jauh bukankah menunjuk tempat yang sama? Begitu juga penulis berpendapat, raja akhir dan raja awal bukankah menunjuk nama satu orang? Kalau Purnawaman mempunyai arti raja terakhir, penulis pastikan bahwa itu bukanlah nama sebenarnya, tidak mungkin seorang raja mengandung pengertian raja terakhir, begitu juga dengan raja Mulawarman, kalau artinya raja permulaan, kenapa nama itu tidak diberikan kepada Kudungga.

Dugaan penulis bahwa kedua nama itu hanya diberikan untuk istilah, gelaran penyebutan, Mulawarman sebagai raja permulaan yang mengindikasikan kerjaan itu telah terbentuk sempurna sebagai kerajaan dan besar dilihat dari luas wilayah sedangkan penyebutan Purnawarman mengindikasikan akhir dari sebuah kerajaan besar.

Yang jadi pertanyaan adalah kenapa Kerajaan Tarumanagara itu berakhir? Penulis jawab sendiri tentunya hehehe, Tarumanagara berakhir karena bencana alam super dasyat, letusan gunung Krakatau 535 Masehi, Ehhh sebentar, bukan kah lambang laba-laba juga bercampur dengan dimensi matahari kembar atau perpaduan surya-candara (bulan dan matahari), itu bisa jadi merupakan simbolisasi terhadap peristiwa alam yang terjadi setahun sebelum pembuatan prasasti di Ciaruteun tersebut? Silakan baca artikel penulis sebelumnya yang berjudul Nagarakertagama, Atlantis dan Eden tentang hilangnya catatan sejarah di Nusantara awal abad masehi, ditandai dengan “a super collosal eruption Krakatau”.

Bencana alam gunung krakatau ini juga yang menjelaskan teori imigrasi, sehingga menyebabkan eksodus masyarakat Tarumanagara ke arah menjauh sumber bencana dan arah yang mungkin adalah ke arah timur. Para Brahmana yang membuat prasati yang diketemukan di daerah hulu sungai Mahakam yang terkenal dengan sebutan prasasti Kutai adalah para pelaku yang melakukan eksodus akibat bencana tersebut lewat laut. Sedangkan yang eksodus lewat darat akhirnya mereka membentuk koloni baru dengan munculnya kerajaan Kalingga di Jawa Tengah. Bisa jadi terbentuknya kerajaan Kutai Kertanagara adalah bentukan atas prakarsa para warga yang eksodus ke tempat itu.

Sekali lagi penulis katakan bahwa prasati yang menerangkan tentang Kerajaan Tarumanagara dengan Rajanya Purnawaraman itu menunjukan angka pembuatan pada tahun 536 Masehi, tepat satu tahun setelah bencana itu terjadi.

Tentang pembuatan prasati, kalau asumsinya bahwa prasati itu menunjuk kepada Raja Purnawarman Kerajaan Tarumanagara, apakah yang dibuat di Kutai dibuat di wilayah kerajaan Tarumanagara. Bisa jadi itulah prasasti aslinya Kerajaan Tarumanagara, berupa Yupa. Soalnya terindikasi bentuk batu prasasti yang berbeda dengan prasati yang diketemukan di Jawa Barat, dibuat pada batu dengan bulatan hampir masih utuh, terkesan darurat. Coba bandingkan dengan prasati jaman kerajaan Pakuan Pajajaran, parasati itu berupa Yupa juga.

Ehhhh, ada yang bilang bahwa Raja Kutai, Aswawarman yang mempunyai 3 orang putra salah satunya Mulawarman adalah pendiri Wangsa Kerta, apa hubungannya ya dengan nama kitab Wangsakerta yang menerangkan silsilah kerajaan Sunda? Kenapa Kitab Wangsakerta tidak fokus dan diperuntukan untuk menerangkan silsilah kerajaan Kutai? Kalau memang nama itu diambil dari dinasti raja-raja Kutai. Maaf pembaca, penulis sendiri belum bisa jawab, mudah-mudahan ada pembaca yang mau berbagi....aminnn.

Kelihatanya. Kita baru dapat melihat jelas terhadap sejarah Nusantara masa lampau kalau seandainya 26.000 manuskrip yang ada di Leiden, negeri Walanda atau Belanda itu bisa kita angkut ke tanah air tercinta, arsip kita aja hanya 12000-an. Mudah-mudahan ada pemimpin yang berani memutuskan hubungan diplomatik dengan Belanda kalau manuskrip itu tidak dikembalikan ke tangan kita, si pemilik yang syah...Salute! kalau ada pemimpin bangsa yang berani berbuat seperti itu. Kalau semisal pemutusan hubungan diplomatik itu menyebabkan penulis hanya bisa makan 1 kali sehari selama 1 bulan, yappp penulis akan menerima dengan rela hati.

AKHIR DAN KESIMPULAN

Ya, kita kembali lagi membahas Purnawarman sebagai raja mendunia. Dengan uraian simbol lebah “bhramara”, Teratai dan laba-laba bukan kah cukup untuk mengatakan bahwa Raja Purnawarman adalah sebagai raja yang mendunia?

Lihat juga pembangungan sungai dengan sekala besar, 11 kilometer, prasasti Tugu, dan sungai lainnya dan itu bukan pekerjaan mudah, perlu kerjasama semua pihak untuk melakukan pekerjaan tersebut, dan diperuntukan untuk meningkatkan produksi pangan serta sistem pengairan lahan, apakah serasi dengan simbolisasi Lebah?

Prasasti Jambu, menyatakan bahwa raja Purnawarman adalah Raja yang tidak pernah terkalahkan oleh siapapun. Dikatakan pula bahwa baju besi Raja Purnawarman tidak dapat ditembus oleh panah, itu setidaknya menjadi indikasi bahwa sudah terdapatnya tehnologi perang yang cukup canggih dilihat dari masanya. Wajar kalau kerajaannya ditakuti dan disegani, dan wajar juga kalau Purnawarman mengusai seluruh wilayah Nusantara, tidak pernah terkalahkan, serasi dengan simbolisasi laba-laba dan lebah.

Raja di Nusantara mana yang pernah menyumbang atau memberi hadiah 1000 ekor sapi kepada para Brahmana? 1000 ekor x 5 juta, misal harga sapi 5 juta berati total yang disumbangkan adalah 5 milyar, nilai yang sungguh fantastis, itu cuma hadiah loh, artinya "sapiii-nya" Raja Mulawarman bisa mencapai jumlah puluh ribu dong kalu begtu? Pemberian hadiah itu semata-mata memberi contoh bersedekah dan kepercayaan terhadap apa yang dia anut, dan pemberian hadiah ini pula menjadi simbol kemakmuran dan kesejahteraan rakyatnya, serasi dengan simbolisasi teratai dan lebah.

Sebenarnya ada lagi satu simbol yaitu berupa telapak kaki “Gajah Airawata”, simbol Gajah yang menjadi kendaraannya Dewa Indra. Simbol ini melambangkan kebesaran dan kejayaan dari Raja Purnawarman, sebagai titisan atau perumpamaan dewa Indra, laksana dewa perang dan penguasa guntur atau halilintar. Kalau dewa yang perang, yang punya mainannya halilitar, siapa yang mau melawan? hehehe.

Tentang hipotesa bahwa Raja Purnawarman tiada lain adalah orang yang sama seperti diberitakan oleh prasasti Kutai yaitu Mulawarman, Kalau itu benar berarti menambah data sejarah terhadap silsilah kerajaan Sunda, Dimulai Kudungga, Aswawarman, Anak ke-1, Anak ke-2 kemudian Purnawarman sebagai raja terakhir, atau dari Aswawarman langsung ke Purnawarman bisa jadi demikian. Tapi resikonya akan kehilangan silsilah raja-raja di Kerajaan Kutai sendiri.

Sumber luar negeri tentang masa Kerajaan Tarumanagara ini diberitakan oleh Fa-Hien (414 Masehi), berita dinasti Sui (528 dan 535 Masehi) dan dinasti Tang (666 dan 669 Masehi), hanya berita ini harus dikaji ulang, apakah meraka tidak salah sasaran atau maen pukul rata. 

To-lo-mo diduga secara fonetis sebagai Taruma atau menunjuk kerajaan Tarumanagara  Ini juga menjadi indikasi bahwa kerajaan pada saat itu diakui di Nusantara adalah kerajaan Tarumanagara. Lihat tahun pada dinasti Sui 528 dan 535 Masehi. Terhenti di 535 Masehi dan itu kejadian bencana alam seperti disampaikan diatas. Masa dinasti Tang, 666 dan 669 Masehi bisa jadi ini salah penyebutan, yang datang mungkin saja dari kerajaan Sriwijya, tapi berita China masih mengangap sama, dari To-lo-mo.

Sekian dan terima kasih

Salam Damai Negeriku, Salam Sejahtera Nusantaraku
 
Wassalam
Penulis

Referensi

  1. Richadiana Kartakusuma (1991), Anekaragam Bahasa Prasasti di Jawa Barat Pada Abad Ke-5 Masehi sampai Ke-16 Masehi: Suatu Kajian Tentang Munculnya Bahasa Sunda. Tesis (yang diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dalam bidang Arkeologi). Fakultas Pasca Sarjana Universitas Indonesia.
  2. Dinas Purbakala R.I (1964) Laporan Tahunan 1954 Dinas Purbakala Republik Indonesia. Djakarta: Dinas Purbakala
  3. J.L.Moens (1940)"was Purnawarman van Taruma een Sanjaya?" TBG.81
  4. J. noorduyn and H.Th.Verstappen (1972), "Purnawarman's River-works near Tugu" BKI 128:298-307
  5. R.M.Ng.Poerbatharaka (l952), Riwayat Indonesia I. Djakarta: Jajasan Pembangunan
  6. Soetjipto Wirjosuparto (1963), The Second Wisnu Image of Cibuaya, West Jawa, MISI. I/2: 170-87
  7. Teguh Asmar (1971), "Preliminary Report on Recent Excavation near the Kenon Kopi Inscription (Kampung Muara)" Manusia Indonesia V(4-6), l971:416-424;
  8. Teguh Asmar (l971) "The Megalithic Tradition" dalam Haryati Soebadio et.al.(editor) Dynamic of Indonesian History, Amsterdam. 1978:29-40
  9. W.P.Groeneveldt, Catalogus der Archaeologische Verzameling van het Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, Batavia l887
  10. N.J.Krom "inventaris der Hindoe-Oudheden" ROD 1914-1915.
  11. Hasan Djafar "Pemukiman-Pemukiman Kuna di Daerah akarta dn Sekitarnya" makalah pada Dskusi Ilmiah Arkeologi VI, Jakarta 11-12 Februari 1988. IAAI Komda Jawa Barat.
  12. Van der Hoop Catalogus der Prehistorische Verzameling. 1941.
  13. R.P.Soejono "Indonesia (REgional REport)" Asian Perspectives VI, 1962: 23-24
  14.  I Made Sutayasa (l970) "Gerabah Prasedjarah dari Djawa Barat Utara (kompleks Bun), makalah pada Seminar Sjarah Nasional II
  15. Jurusan Arrkeologi FSUI (l985/1986), Peninggalan Purbakala di Batujaya (naskah Laporan untuk Proyek Penelitian Purbakala, Jakarta)
  16.   www.parisada.org
  17.   sains.kompas.com
  18.  keajaibanlabalaba.com

Powered By Blogger